Sabtu, 24 Januari 2009

blake izal....

Menyentuh Langit Biru



Ada satu hal yang membuat aku berani mengajukan permintaan ini padamu. Yaitu kenangan sewaktu aku bersama dirimu. Dulu, sewaktu kamu berhasil membujukku meninggalkan tempat persembunyianku. Lalu memapahku mendaki puncak gunung Semeru. Menjemput malam, menggapai bintang-bintang. Di tengah hawa yang terasa begitu dingin. Kau pun kemudian mengajakku mengagumi banyak hal yang belum pernah aku selami. Belum pernah mengetuk alam fikirku. Hingga akhirnya aku hanya terpaku, termangu, dan menjadi bisu. Membiarkan kamu untuk tidak terhenti. Sebab aku masih ingin mendengar banyak hal itu berkali-kali lagi. Bahkan sampai detik ini.
Ya, itulah alasanku. Sungguh, sebelum itu, segala yang kulihat memang masih terlalu abu-abu. Buram, dan menyakitkan pandanganku. Membuat kedua telapak tangan ini terus menutupi wajahku. Lalu membenamkan diri di sudut ruangan itu. Karena aku terlalu takut. Takut menatap dunia yang katamu tidak selalu abu-abu. Tapi juga ada merah, kuning ,dan ungu. Mengapa?, sebab sejak dulu, bagiku dunia itu tidak lebih besar dari apa yang aku tahu.
Tapi sayangnya, kamu tetap saja kamu. Selalu merasa tidak pernah tahu. Padahal begitu banyak ilmu yang tersimpan dalam memori otakmu. Berjuta-juta atau bahkan bermilyar-milyar jumlahnya. Yang bila saja kamu tumpukkan, mungkin ketinggiannya dapat membantumu menyentuh langit biru. Ya, langit biru. Tujuan terakhir dalam pengembaraanmu. Oleh karena itu, katakanlah padaku, bahwa kamu bersedia menjadi guruku.
Karena apa salahnya menjadi guru?. Jika katamu ilmu itu tak akan mampu membuat kamu terjatuh. Dan ilmu juga tak akan bisa habis hanya karena kamu menulisnya di atas aliran sungai itu, juga karena kamu terbawa oleh putaran waktu, atau karena kesempatan hidup yang tak lagi berpihak kepadamu. Maka itu, aku akan selalu menunggumu di gubuk itu. Tidak, tidak untuk membawa aku kembali ke puncak gunung Semeru. Tapi untuk mengajak aku menyentuh langit biru!.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar